JAM-Pidum Menyetujui 7 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice
-Baca Juga
JAM-Pidum Menyetujui 7 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice
JAKARTA,pojokkirimapro.com.Senin 04 Maret 2024, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 7 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
1.
Tersangka Yanpit Inyomusi dari
Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, yang disangka melanggar Pasal
351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2.
Tersangka Alex
Purimahua alias Aleka dari Kejaksaan Negeri Maluku
Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP
tentang Penganiayaan.
3.
Tersangka I Genta Balamba dan
Tersangka II Rifaldi Himba dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351
Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
4.
Tersangka Yoel
Mailakai alias Yeyen dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka
melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5.
Tersangka Aldjid Miolo dari
Kejaksaan Negeri Minahasa Utara, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.
6. Tersangka Muhibullah bin Ilyas dari
Kejaksaan Negeri Aceh Timur, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2)
Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
7.
Tersangka Razali bin Alm. Ibrahim dari Kejaksaan
Negeri Aceh Besar, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang
Penadahan.
Alasan
pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan
antara lain:
·
Telah dilaksanakan proses perdamaian
dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan
maaf;
·
Tersangka belum pernah dihukum;
·
Tersangka baru pertama kali melakukan
perbuatan pidana;
·
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5
(lima) tahun;
·
Tersangka berjanji tidak akan lagi
mengulangi perbuatannya;
·
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan
musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
·
Tersangka dan korban setuju untuk tidak
melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang
lebih besar;
·
Pertimbangan sosiologis;
·
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan
kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan
Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan
Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat
Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang
Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1).