Jaksa Agung ST Burhanuddin: “Jangan Berikan Ruang Gerak Mafia Tanah yang Melemahkan Wibawa Pemerintah”
-Baca Juga
Jaksa Agung ST Burhanuddin: “Jangan Berikan Ruang Gerak Mafia Tanah yang Melemahkan Wibawa Pemerintah”
JAKARTA,pojokkirimapro.com.Rabu 08 November 2023 bertempat di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan sambutan pada acara Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan, yang diselenggarakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Adapun pada acara
ini, Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intelijen) Reda Manthovani
menerima Piagam Penghargaan dan Pin Emas sebagai Tim Satuan Tugas Pencegahan
dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan.
Mengawali
sambutannya, Jaksa Agung menyampaikan apresiasi kepada Satuan Tugas Pencegahan
dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan, yang telah berhasil menyelesaikan
Target Operasi yang telah ditentukan. Kinerja yang telah dilakukan tersebut
telah memberikan hasil yang maksimal, khususnya dalam penanganan sengketa dan
konflik pertanahan.
Jaksa Agung
mengungkapkan bahwa sengketa dan konflik pertanahan yang kerap timbul di
Indonesia, sebagian besar didalangi oleh mafia tanah. Permasalahan tersebut
melibatkan kelompok-kelompok yang mencoba mendapatkan keuntungan dari tanah
yang bukan hak mereka.
“Mereka melakukan
kejahatan di bidang pertanahan dengan secara melawan hukum untuk memperoleh hak
atas tanah secara ilegal dan menyimpangi ketentuan perundang-undangan yang
berlaku,” ujar Jaksa Agung.
Kemudian, Jaksa
Agung menuturkan bahwa pemberantasan mafia
tanah yang digalakkan oleh pemerintah, memerlukan pendekatan khusus yang
berbeda dalam penyelesaiannya. Hal itu disebabkan oleh sindikat mafia tanah yang bekerja secara
terorganisir, rapi, dan sistematis sehingga mampu menyembunyikan fakta yang
sebenarnya.
Adapun modus utama yang sering digunakan oleh sindikat mafia tanah ialah pemalsuan dokumen,
pendudukan tanah secara ilegal (tanpa hak), merekayasa barang bukti untuk
mencari legalitas di Pengadilan, kolusi dengan oknum aparat, pemufakatan jahat
dengan para makelar, dan lain sebagainya.
“Sindikat mafia tanah
yang mengakar di berbagai lini, membuat kita harus menjalin kerja sama yang
lebih erat dalam rangka menyelesaikan sengkarutnya masalah pertanahan di
Indonesia,” imbuh Jaksa Agung.
Oleh karenanya, Jaksa Agung menekankan dua hal yakni koordinasi dan
kolaborasi, sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo yang berkomitmen
memberantas mafia-mafia tanah serta melakukan percepatan penyelesaian konflik
pertanahan.
Untuk diketahui, langkah komprehensif yang telah dilakukan oleh
Kejaksaan dalam menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo yaitu dengan menerbitkan
Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Mafia Tanah.
Dengan diterbitkannya Surat Edaran tersebut, Jaksa Agung memerintahkan
Bidang Intelijen, Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, dan Bidang Pidana
Militer untuk melaksanakan:
(1)
Koordinasi dan bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait, termasuk
koordinasi dalam pengamanan pelaksanaan tugas.
(2)
Menyediakan sarana aduan online yang dapat diakses masyarakat dengan
mudah.
(3)
Optimalisasi dengan mengedepankan kualitas dan objektivitas yang
melibatkan stakeholders.
(4)
Pemberantasan Mafia Tanah mewujudkan WBK dan WBBM, good governance
dan penyelenggaraan pelayanan bidang pertanahan.
(5)
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang.
Pada kesempatan ini, Jaksa Agung mengajak jajaran Kementerian ATR/BPN
untuk tidak segan atau ragu untuk berkolaborasi dengan Kejaksaan. Terlebih
sejak 21 Januari 2020 yang lalu, Kejaksaan RI dan Kementerian ATR/BPN telah
menandatangani Nota Kesepakatan Nomor 1/SKB-HK.03.01/I/2020 Jo. Nomor 11 Tahun
2020 tentang Koordinasi dan Kerja Sama Pelaksanaan Tugas dan Fungsi dalam
Rangka Penegakan Hukum dan Pemulihan Aset di bidang Agraria/Pertanahan dan Tata
Ruang.
“Untuk dapat membasmi praktik mafia tanah, diperlukan upaya maksimal yang harus dimulai dari hulu, yakni dengan mendaftarkan semua bidang tanah yang ada di wilayah Indonesia dan mengeluarkan sertifikat untuk tanah yang memenuhi persyaratan,” ujar Jaksa Agung.
Menurut Jaksa Agung, tindakan tegas perlu dilakukan bagi para pelaku
mafia tanah yang terbukti melakukan tindak pidana pertanahan seperti pemalsuan,
penipuan, penggelapan, suap, gratifikasi, dan pencucian uang. Sanksi juga
diberikan terhadap oknum aparat yang terlibat, baik dengan sanksi disiplin
maupun sanksi pidana.
Selain itu, diperlukan juga adanya tindakan tegas berupa pencabutan izin
terhadap oknum dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terbukti terlibat
jaringan mafia tanah. “Intinya jangan beri ruang gerak bagi sindikat mafia
tanah. Berantas Tuntas!” ucap Jaksa Agung.
Selanjutnya, Jaksa Agung mengajak kepada jajaran Kementerian ATR/BPN di daerah
agar tidak segan-segan untuk berkoordinasi dengan Kejaksaan di daerah, terutama mengenai penyelesaian konflik pertanahan ataupun pemberantasan mafia
tanah.
Sebagai informasi, Kejaksaan juga telah membentuk Tim Pemberantasan Mafia
Tanah berdasarkan Surat Perintah Nomor: Prin-8/A/JA/01/2022. Sejak dibentuk sampai dengan saat
ini, Tim Pemberantasan Mafia Tanah telah menerima 669 pengaduan yang sebagian besar
telah ditindaklanjuti.
Mengakhiri sambutannya, Jaksa Agung selaku pimpinan Kejaksaan Republik
Indonesia, berkomitmen dan mengajak seluruh elemen terkait untuk bekerja sama
demi kemajuan penegakan hukum yang berkualitas, berkeadilan, berkepastian dan
berkemanfaatan.
“Sekali lagi, saya mengucapkan selamat kepada Satuan Tugas Pencegahan
dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan yang telah bertanggung jawab dan
tegak lurus terhadap tugas dan kewenangannya. Ke depan tanggung jawab saudara
semakin berat karena kompleksnya permasalahan yang akan saudara hadapi,”
pungkas Jaksa Agung.
Acara ini turut dihadiri oleh Menteri ATR/BPN Marsekal TNI (Purn.) Hadi Tjahjanto, Panglima Tentara Nasional Indonesia Laksamana TNI Yudo Margono, Kabareskrim Polri Komjen. Pol. Wahyu Widada, Jaksa Agung Muda Intelijen Reda Manthovani, beserta Tim Satgas yang terdiri dari jajaran Kejaksaan RI, Kementerian ATR/BPN, TNI dan POLRI. (K.3.3.1).