ST Burhanuddin: Membangun Penegakan Hukum Humanis Melalui Spirit Pancasila
-Baca Juga
ST Burhanuddin: Membangun Penegakan Hukum Humanis Melalui Spirit Pancasila
JAKARTA,pojokkirimapro.com.Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yakni sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila yang memiliki nilai-nilai universal bangsa-bangsa di dunia seperti Nilai Ketuhanan, Nilai Kemanusiaan, Nilai Persatuan, Nilai Demokrasi, dan Nilai Keadilan Sosial. Pendiri bangsa Indonesia Soekarno menyebut kelima nilai tersebut sebagai way of life (pedoman hidup) bangsa Indonesia.
Lebih
jauh Kaelan memaparkan, Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
sebagai pedoman hidup (way of life),
identitas bangsa Indonesia (The
Indonesian identity), filosofi dasar Negara (the philosophy of state), ideologi bangsa dan negara Indonesia (an ideology of nation and Indonesian state).
Selanjutnya menurut Teguh Prasetyo dan Arie Purnomosidi, Pancasila memiliki
kedudukan sebagai dasar negara (philosophische
grondslag), ideologi Negara (staatidee),
dan cita hukum (rechtsidee).
Cita
hukum Pancasila merupakan hakikat aturan tingkah laku masyarakat yang berakar
pada gagasan, rasa, karsa, cipta, dan pikiran dari masyarakat Indonesia.
Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau
cita-cita hukum. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sumber nilai, norma,
kaidah, moral, dan hukum Negara, yang meliputi baik hukum tertulis (positive law) maupun hukum tidak
tertulis (living law).
Penegakan
hukum humanis yang dilaksanakan oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal ini
Kejaksaan, bukanlah sekedar ide atau gagasan, tetapi sebagai aktualisasi
nilai-nilai Pancasila.
Sebagai
sistem nilai yang hidup dalam masyarakat, penegakan hukum yang dilaksanakan
oleh setiap insan Adhyaksa harus mengandung Nilai Ketuhanan. Artinya, keputusan
apapun yang dilaksanakan harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan yang Maha
Esa, apalagi keputusan-keputusan hukum itu berdampak luas kepada masyarakat dan
negara. Selain itu, keputusan-keputusan yang diambil harus dilandasi
nilai-nilai kemanusiaan, menjunjung tinggi dan menghormati nilai-nilai
kemanusiaan sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia. Implementasi penegakan hukum
humanis harus mengandung nilai persatuan, kebersamaan, gotong royong dan
teposiloro. Jadi, keputusan hukum harus diperuntukkan untuk kepentingan
bersama.
Lebih
lanjut, Jaksa Agung ST Burhanuddin memaparkan nilai demokrasi dalam hukum tidak
bersumber dari penguasa, tetapi lebih dari,
oleh, dan untuk masyarakat sebagai ujung tombak dari implementasi
nilai-nilai demokrasi, serta yang paling penting sebagai landasan perwujudan
penegakan hukum harus mampu memberikan rasa keadilan bagi seluruh rakyat,
bangsa dan Negara. Oleh karena kedudukan Jaksa sebagai Penuntut Umum adalah
mewakili, jadi bukan saja mewakili korban, tetapi juga mewakili masyarakat, pemerintah dan Negara.
Spirit
Pancasila dalam penegakan hukum humanis telah mampu mengelaborasi antara hukum
modern yang kekinian dan harus dituangkan dalam hukum tertulis (positive law). Sementara hukum yang
hidup dalam masyarakat (living law), bukan
saja diakui sebagai bagian dari hukum nasional, tetapi diakui sebagai hukum
yang dapat diterapkan dalam kehidupan bangsa Indonesia sehari-hari.
Keberadaan
Pancasila bukan saja sebagai spirit penegakan hukum humanis, tetapi mampu
mempersatukan anak bangsa di tengah perkembangan transformasi digital yang kian
mengglobal. Di berbagai perbedaan yang kita miliki, Pancasila menjadi akar pemersatu.
Maka dari itu, patut kita syukuri dan maknai hari lahir Pancasila ini untuk
terus meningkatkan jiwa Pancasila sebagai akar budaya dan jati diri bangsa
Indonesia. (K.3.3.1).